JENJANG MA’RIFATULLAH
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
📆 Rabu,18 Jumadal Ula 1446 H/20 November 2024 M.
📖 Materi 0️⃣6️⃣
🔊 KITAB FAWAIDUL FAWAID
🏷 Ibnu Qoyim Al Jauziyyah
📗 MA’RIFATULLAH MELALUI KEINDAHAN-NYA bagian 2
•┈┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈┈•
DAILY FAWAID
https://t.me/faidahhariandailyfawaid
2 JENJANG MA’RIFATULLAH
Ma’rifatullah seorang hamba dapat meningkat dari maʼrifat af aal (mengenal Allah ﷻ melalui perbuatan-perbuatan-Nya) ke ma’rifat Shifaat (mengenal Allah dengan mengenal sifat-sifat-Nya). Dan dari ma’rifat Shifaat meningkat ke ma’rifat Dzaat (mengenal Allah dengan mengenal Dzat-Nya). Apabila seorang hamba telah mengetahui keindahan perbuatan-perbuatan Allah ﷻ, maka pengetahuan itu akan menunjukkan kepadanya tentang keindahan sifat-sifat Allah ﷻ; dan pengetahuannya tentang keindahan sifat-sifat tersebut akan memberinya petunjuk kepada keindahan Dzat Allah ﷻ.
Atas dasar itu, jelaslah sudah bahwa segala pujian hanya milik Allah ﷻ. Tidak satu pun dari makhluk-Nya yang mampu menghitung (menentukan) pujian yang pantas untuk-Nya, sebab hanya Allah-lah yang mengetahui pujian seperti apa yang pantas bagi diri-Nya. Dialah ﷻ yang berhak untuk disembah karena Dzat-Nya, dicintai karena Dzat-Nya, dan disyukuri karena Dzat-Nya. Diapun mencintai, memuji, dan menyanjung diri-Nya. Kecintaan-Nya terhadap diri-Nya, pujian, dan sanjungan-Nya hanya kepada diri-Nya, serta pengesaan-Nya hanya untuk diri-Nya, semua itu merupakan hakikat pujian, sanjungan, cinta, dan tauhid yang sesungguhnya.
Hanya Allah ﷻ yang mengetahui pujian yang pantas bagi diri-Nya, tentunya melebihi pujian makhluk kepada-Nya. Allah ﷻ mencintai sifat-sifat dan perbuatan-Nya sebagaimana Dia mencintai Dzat-Nya sendiri. Semua perbuatan-Nya adalah baik dan dicintai. Bahkan, sekalipun di antara hasil ciptaan-Nya ada yang dibenci-Nya, tetapi tidak ada satu pun hakikat perbuatan-Nya yang Dia benci.
Di alam ini, pada hakikatnya tidak ada satu pun yang boleh dicintai dan dipuji karena dzatnya selain Allah ﷻ. Kecintaan terhadap sesuatu selain Allah ﷻ dapat dibenarkan jika dibangun atas kecintaan kepada Allah. Tetapi jika tidak demikian, sungguh itu adalah kecintaan yang keliru dan sia-sia.
Seperti itulah hakikat ilahiah; Ilah Yang Haq adalah Ilah yang dicintai dan dipuji karena Dzat-Nya. Renungkan apabila kebaikan-Nya, anugerah nikmat-Nya, sifat santun-Nya, pemberian maaf-Nya, pengampunan-Nya, belas kasih-Nya, dan rahmat-Nya; semua itu disertakan bersama Dzat-Nya, tentu Dia semakin berhak untuk mendapatkan cinta dan pujian tersebut.
Hamba harus meyakini bahwa sesungguhnya tiada ilah (yang Haq) selain Allah. Dengan itu, ia mampu mencintai dan memuji-Nya karena Dzat dan kesempurnaan-Nya. Ia pun harus meyakini bahwa sebenarnya tidak ada yang dapat berbuat baik dengan memberikan segala macam nikmat, lahir maupun batin, kecuali Allah ﷻ. Sehingga, hamba itu akan mencintai Allah ﷻ karena kebaikan dan anugerah nikmat-Nya, lalu memuji-Nya atas nikmat yang dilimpahkan kepadanya. Jadi, ia dapat mencintai-Nya karena dua hal tersebut (karena Dzat dan anugerah-Nya).
Tidak adanya sesuatu yang serupa dengan Allah, karenanya tidak ada kecintaan seperti rasa cinta kepada-Nya. Cinta yang disertai ketundukan atau kepatuhan merupakan hakikat ‘Ubudiyah (ibadah dan penghambaan), yang merupakan tujuan diciptakannya makhluk.
‘Ubudiyyah adalah puncak kecintaan yang disertai puncak perendahan diri, karenanya, ia tidak boleh ditujukan kepada selain Allah ﷻ. Menyekutukan Allah dalam hal ini adalah kemusyrikan yang tidak akan diampuni, bahkan Dia tidak akan menerima amal pelakunya.
3. UNSUR-UNSUR DALAM PUJIAN
Pujian kepada Allah ﷻ mengandung dua unsur pokok: (1) pengungkapan segala sanjungan dan sifat sempurna-Nya dan, (2) kecintaan kepada-Nya berdasarkan segala bentuk pujian dan sifat sempurna itu. Siapa saja yang mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang lain tanpa memiliki rasa cinta kepadanya, maka orang belum bisa dikatakan telah memujinya.
Begitu pula sebaliknya, siapa saja yang mencintai seseorang tanpa mengungkapkan kebaikan- kebaikannya maka ia pun belum bisa dikatakan telah memujinya. Ia baru dikatakan memuji seseorang apabila telah menggabungkan dua hal pokok tersebut.
Allah ﷻ memuji diri-Nya sendiri. Dia juga memuji diri-Nya melalui lisan Para Malaikat, para Nabi, para Rasul, dan para hamba-Nya yang beriman. Dengan dua cara inilah Allah memuji diri-Nya. Pujian mereka kepada-Nya terjadi atas kehendak, izin, dan penciptaan-Nya. Dialah yang menjadikan seseorang memuji-Nya; menjadikannya sebagai Muslim; mengerjakan shalat; dan bertaubat. Dari Allah ﷻ semata bermula segala nikmat dan hanya kepada-Nya berakhir segalanya. Dengan kata lain, segala nikmat itu bermula dengan puji-Nya dan berujung dengan puji-Nya pula.
Allah-lah yang mengilhamkan hamba-Nya untuk bertaubat kepada-Nya, dan Dia sangat bergembira dengan taubat hamba-Nya itu, meskipun taubat hamba itu tidak lepas dari karunia dan kemurahan-Nya. Allah lah yang mengilhamkan ketaatan dalam diri hamba-Nya dan Dia pula yang membantunya melakukannya, lalu membalasnya dengan pahala; dan semua itu tidak lepas dari karunia dan kemurahan-Nya. Allah ﷻ sama sekali tidak membutuhkan apa pun dari semua makhluk-Nya, sebaliknya, semua makhluk pasti butuh kepada-Nya. Seorang hamba butuh kepada Allah ﷻ karena Dzat-Nya-dalam meniti jalan untuk menggapai suatu tujuan. Pasalnya, apa pun yang tidak ditetapkan-Nya pasti tidak akan pernah ada. Demikian pula, apa pun yang tidak ditujukan untuk-Nya niscaya tidak akan memberikan manfaat apa-apa.
🌐 Follow Daily Fawaid
- Telegram: https://t.me/faidahhariandailyfawaid
• Donasi Operasional Daily Fawaid
[ Bank BSI
[ Rek. 3200-6200-83
[ A/n Yayasan Infaqu Amal Bersama
•┈┈•⊰࿐⊱•┈┈•
Mohon menyertakan kode 450 diakhir transfer nya untuk tambahan infaq
Konfirmasi Transfer WA only :
•┈┈•⊰࿐⊱•┈┈•